Pengakuan

Mendengar bel rumahnya berbunyi, Sienna semakin merasa tegang. Namun mau tidak mau perempuan itu harus beranjak untuk membukakan pintu.

Jevin adalah orang pertama yang Sienna lihat setelah pintu terbuka. Di belakang Jevin, ada empat lelaki yang tak lain adalah Marvin, Wildan, Tian, dan Deka.

“Loh, kok ada Sienna di sini?” Tian pun merasa kebingungan dengan kehadiran Sienna di rumah Jevin.

“Ayo, masuk dulu, Kak,” ajak Sienna sambil membuka pintu lebih lebar.

Akhirnya mereka berlima sudah berada di dalam rumah, bersama Sienna dan juga Daisy.

“Bentar deh. Ini rumah lo atau rumah Marvin sih, Jev?” Tian tidak dapat menahan rasa penasarannya lagi.

“Rumah gue,” sahut Jevin lalu meminum air mineral yang sudah Sienna siapkan sebelumnya.

“Tapi ... Sienna?” Deka melihat ke arah Sienna.

Jevin menghela napas, “Ada yang mau gue omongin ke kalian. Tapi kita makan dulu aja,” Jevin kemudian mengajak sahabatnya ke meja makan dimana sudah ada masakan rumahan yang Sienna pesan melalui layanan delivery.

“Lo yang masak, Na?” tanya Wildan.

Sienna menggeleng, “Gak, Kak, delivery tadi,” jawabnya.

Mereka makan dalam keheningan. Jevin dan Sienna yang begitu tegang karena ingin mengungkap hubungan mereka. Tian dan Deka yang dilanda kebingungan dengan kehadiran Sienna. Sementara Marvin, Daisy, dan Wildan juga penasaran dengan drama yang akan terjadi nanti.

“Oke, bisa jelasin sekarang?” Deka langsung to the point saat mereka sudah berpindah ke ruang keluarga setelah makan malam selesai, “Jujur, gue udah penasaran. Apalagi lihat kalian duduk dekatan gitu.”

Jevin dan Sienna langsung saling pandang. Mereka memang duduk bersebelahan di sofa panjang, ditambah dengan kehadiran Marvin. Sementara yang lain duduk di sofa single.

Tian mengangguk, “Normalnya, Sienna harusnya duduk lebih dekat ke Marvin. Tapi ini dekat banget sama lo, Jev,” mata Tian memicing tajam.

Jevin berdeham, “Oke, jadi di sini gue mau buat pengakuan ke kalian,” mulai Jevin.

“Gue sama Sienna udah married, dari enam bulan yang lalu. Sebelumnya gue minta maaf karena nutupi ini semua dari kalian. Ada beberapa alasan yang bikin gue belum spill hubungan gue. Tapi setelah dibicarain lagi, gue sama Sienna akhirnya sepakat buat spill dulu ke kalian.”

Kedua sahabat Jevin itu terdiam sejenak.

“Lo udah married dari enam bulan yang lalu, artinya lo pacaran udah lama? Dan selama itu juga lo backstreet?” Deka meminta penjelasan lebih lanjut.

“Pdkt udah dari Sienna maba. Terus pacaran kalau gak salah Sienna semester dua. Dihitung-hitung kita backstreet dua tahunan.”

Deka menggeleng tak percaya, “Gila lo main rapi banget selama ini. Hebat banget, gak pernah bikin gue, Tian, sama Wildan curiga.”

“Tapi, Wildan gak kelihatan kaget, jangan bilang lo udah tau, Wil?” tembak Tian pada Wildan yang hanya menjadi penonton sejak tadi.

“Gue tau, tapi belum lama. Baru empat bulan yang lalu, itu juga gara-gara gak sengaja mergokin mereka di kamar Jev,” kata Wildan.

Sienna merasa malu saat Wildan membahas itu. Ia jadi teringat kejadian empat bulan lalu saat menginap di rumah mertuanya, ketika sedang bermanja-manja dengan suaminya di kamar tiba-tiba saja Wildan datang mengejutkannya dan Jevin. Mau tidak mau, akhirnya mereka mengatakan yang sebenarnya ke Wildan.

“Wah gila!” Tian langsung berdiri dari duduknya, “Gue pikir kita sahabat, Jev. Tapi ternyata selama ini lo bohongi kita! Dua tahun lo sembunyiin ini semua, maksudnya apa? Oke lah kalau lo sembunyiin dari anak kampus yang lain, tapi ke gue, Deka, sama Wildan?”

Jevin ikut berdiri, sedangkan Sienna sudah begitu takut sekaligus merasa bersalah.

“Kita sahabat, Yan—”

“Sahabat macam apa yang bohongi sahabatnya, Jev?! Gue tau setiap orang punya privasi, tapi masa iya lo nikah gak undang-undang kita? Nikah sekali seumur hidup, dan kita gak hadir di acara pernikahan lo, Jev.”

“Tenang, Yan, kita bicarain pakai kepala dingin,” sela Deka.

“Lo aja yang ngomong, gue udahan,” Tian langsung meraih kunci mobilnya.

“Kita belum kelar,” Jevin mencegah Tian yang hendak pergi.

“Gue udah,” sahut Tian dingin sambil menepis tangan Jevin dari bahunya.

“Lo bisa gak sih jangan emosian dulu. Dengerin gue dulu! Jangan kekanakkan gini lah, Yan.”

“Lo bilang gue emosian? Kekanakkan?” Tian tersenyum sinis, “Ini baru emosian—”

Bugh!

Semua orang yang berada di sana terkejut saat Tian tiba-tiba meninju rahang Jevin. Suasana semakin memanas, ditambah dengan Sienna yang menangis melihat suaminya dipukul. Daisy bergerak menenangkan Sienna.

Marvin, Wildan, dan Deka juga dengan cepat melerai Jevin dan Tian.

“Perlu banget berantem tonjok-tonjokkan? Lo berdua udah tua! Utamain otak, jangan otot,” Wildan berdiri di tengah-tengah kedua lelaki yang dilanda emosi itu. Tian yang emosi karena kebohongan Jevin dan disebut emosian serta kekanakkan. Sementara Jevin juga emosi karena tiba-tiba mendapat bogeman mentah di rahangnya hingga membuat sudut bibirnya luka.

“Bilangin tuh temen lo, jangan asal mukul orang aja,” Jevin yang awalnya ingin berbicara santai, menjadi ikut ketus.

“Bilangin juga ke temen lo, jangan suka bohong,” sindir Tian.

“Gue udah minta maaf dari awal, ya. Lo gak jelas banget, tiba-tiba mukul gue.”

“Lo bilang gue emosian, ya gue tunjukin emosian yang sebenarnya.”

“Kak Tian,” Sienna buka suara di tengah sesenggukkannya, membuat Jevin baru menyadari kehadiran sang istri yang tentu saja melihat dirinya dipukul.

“Gue minta maaf, ya, Kak. Gue yang minta Jevin buat nutupi hubungan kita dulu, soalnya gue belum siap, Kak. Kalau lo mau marah, marah aja sama gue, Kak. Tapi tolong jangan pukul Jevin lagi,” Sienna menangkupkan kedua tangannya, “Maaf juga buat Kak Deka. Gue tau kalian pasti kecewa banget sama Jevin. Gak apa-apa kalian marah, tapi jangan pakai kekerasan.”

Tian menghela napas kasar, “Gue tadi udah mau pergi, soalnya takut kelepasan, laki lo malah nahan gue, Na,” kesal Tian, “Gue balik duluan. Ka, lo bareng Wildan.”

Kali ini tidak ada yang mencegah Tian untuk pulang.

“Gak perlu lo pikirin, Na. Tian emang begitu, besok atau lusa juga udah baikan tuh anaknya,” Deka mencoba menenangkan Sienna yang resah, “Gue udah maafin lo sama Jevin. Agak kecewa sih, tapi ya udah, itu juga hak kalian. Walau telat, tapi selamat, ya, buat pernikahan kalian.”

Sienna akhirnya bisa sedikit lega setelah melihat respon Deka, “Makasih, Kak Deka. Sekali lagi maaf ya,”

No need to sorry, Na.”

Thank you, Ka,” Jevin dan Deka bersalaman ala lelaki.

“Sahabat gue yang dikira jomblo, udah punya bini ternyata,” Deka meninju lengan Jevin main-main.

Jevin terbahak, namun sebentar saja. Selanjutnya lelaki itu meringis karena merasa kesakitan di sudut bibirnya.

“Sakit banget, ya?” Sienna menatap Jevin khawatir, kedua tangannya menangkup wajah Jevin untuk melihat lebih detil luka suaminya.

“Gak kok, Ma Cherie. Jangan khawatir.”

“Gak gimana?! Berdarah itu, Jev! Sebentar, aku obati dulu.”

Jevin langsung memeluk Sienna, “Gak perlu, Sayang. Kamu obatnya.”

“Kok geli sih? Balik yuk, Ka.”

“Ayo, Wil. Geli banget lihat Jevin gini.”

“Daisy, ayo kita pulang. Bang Jev udah cringe ini.”

So sweet banget Kak Jev!”